
Padang, Fakta Hukum Nasional _ - 23 APRIL 2025 - Kondisi memprihatinkan di lokasi perbaikan Jembatan Gunung Nago, Lambung Bukit, Pauh, Padang, bukan hanya menampilkan tantangan teknis pekerjaan infrastruktur, tetapi juga memunculkan sorotan tajam dari publik terhadap implementasi Standar Operasional Prosedur (SOP) Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Kota Padang, khususnya terkait aspek keselamatan dan transparansi.
Pengendara sepeda motor (19/4) yang melintasi jembatan tersebut harus berjibaku dengan risiko tinggi. Lintasan darurat yang disediakan berupa susunan papan kayu seadanya di atas jurang perbaikan, jauh dari standar keamanan yang diharapkan. Pemandangan ini segera menarik perhatian publik dan media, menggeser isu sebelumnya mengenai kepatuhan pekerja terhadap penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) – sebuah indikasi awal potensi longgarnya pengawasan keselamatan di lapangan.
Warga sekitar dengan suara lantang mengekspresikan kekhawatiran mendalam mereka. Mereka melihat langsung betapa nyawa dipertaruhkan di atas papan-papan sempit itu. "Jika sempat tergelincir dan jatuh, pengendara motor tersebut siapa yang bertanggung jawab?" tanya seorang warga yang enggan disebutkan namanya, mempertanyakan standar keselamatan yang diterapkan Dinas PUPR. Ia menegaskan, SOP yang benar seharusnya mewajibkan penutupan total akses jembatan jika kondisi membahayakan, atau setidaknya menyediakan jalur sementara yang betul-betul aman. Warga tersebut bahkan menunjuk adanya jembatan alternatif di "kampung pinang" yang seharusnya bisa dimanfaatkan, menyiratkan kegagalan dalam SOP manajemen lalu lintas dan perencanaan mitigasi dampak proyek.
Di samping isu keselamatan, aspek transparansi proyek juga menjadi target sorotan publik. Papan nama kegiatan yang seharusnya terpampang jelas di lokasi perbaikan – sebagai bagian tak terpisahkan dari SOP transparansi proyek pemerintah dan dijamin oleh Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik – sama sekali tidak terlihat. Ketiadaan papan nama ini menutup akses informasi dasar bagi publik mengenai siapa pelaksana proyek, berapa anggaran yang digunakan (yang notabene adalah dana publik), dan kapan pekerjaan diperkirakan selesai.
Saat dikonfirmasi awak media (19/4) mengenai absennya papan nama dan kondisi di lapangan, pihak Dinas PUPR Kota Padang melalui Kepala Dinas Tri Hadiyanto dan Kabid Bina Marga Insanul Rizki menjelaskan bahwa kegiatan ini adalah "kegiatan rutin bukan kontraktual" atau "Pemeliharaan Rutin (OP)". Namun, penjelasan tersebut dinilai belum menjawab tuntas kerisauan publik. Terlepas dari status "rutin" atau "kontraktual" sebuah proyek, SOP keselamatan dan transparansi tetap menjadi kewajiban, terutama ketika kegiatan tersebut berdampak langsung dan signifikan terhadap keamanan dan akses publik. Ketiadaan papan nama dalam kegiatan pemeliharaan yang membahayakan ini justru memperkuat dugaan adanya celah dalam SOP transparansi dinas.
Akumulasi dari kondisi membahayakan di lapangan dan kurangnya informasi yang terbuka memicu desakan publik yang lebih tinggi. Warga secara eksplisit meminta Walikota Padang, Fadly Amran, untuk turun tangan dan menegur Dinas PUPR Kota Padang. Harapannya, intervensi pimpinan tertinggi kota ini akan mendorong evaluasi dan perbaikan mendasar pada SOP Dinas PUPR, memastikan bahwa keselamatan publik dan transparansi informasi menjadi prioritas utama dalam setiap tahapan pekerjaan infrastruktur, sekecil atau serutin apapun skalanya. Nyawa warga dan hak mereka atas informasi tidak pantas dipertaruhkan akibat kelalaian dalam menjalankan prosedur standar. (Bose/And)