
Padang, Fakta Hukum Nasional _ Di bentang perbukitan Lambung Bukit Kota Padang, denyut nadi lalu lintas kembali berdegup kencang di atas Jembatan Gunung Nago. Struktur vital ini, bak tulang punggung yang menghubungkan denyut ekonomi dan kehidupan sosial masyarakat di sekitar.
Terlihat, adanya perbaikan infrastruktur jembatan yang di kerjakan oleh Pemerintah Kota Padang melalui Dinas PUPR. Sebuah pemandangan yang disambut hangat. Helaan napas lega dan apresiasi mengalir deras bagi gerak cepat Pemerintah Kota Padang di bawah kepemimpinan Walikota Fadly Amran dan Wakil Walikota Maigus Nasir yang tanggap membenahi infrastruktur krusial ini.
Namun, di balik narasi positif tentang pembangunan ini, terselip ironi dan misteri yang mengusik rasa.
Beberapa waktu lalu, sorotan mata publik sempat terhenti pada para pekerja yang berjibaku di atas dan di bawah kerangka jembatan. Di tengah deru kendaraan dan risiko pekerjaan konstruksi yang menggetarkan, pemandangan yang tersaji justru mengkhawatirkan.
Para pahlawan infrastruktur itu, yang seharusnya menjadi garda terdepan pembangunan, tampak bekerja tanpa 'tameng' utama mereka: Alat Pelindung Diri (APD) yang memadai seperti Helm, rompi keselamatan atau harness pengaman.
Seolah APD itu menjadi barang langka di lokasi tersebut, sebuah pemandangan yang kontras dengan standar keselamatan kerja
Narasi tentang kerentanan para pekerja ini pun mencuat, sorotan publik dan media viral. Dan keesokan harinya, pemandangan di Jembatan Gunung Nago berubah.
Tameng pelindung itu kini terpasang, para pekerja terlihat dengan memakai helm dan rompi keselamatan, melanjutkan tugas mulia mereka. Sebuah perubahan yang patut disyukuri menunjukkan bahwa perhatian publik dapat mendorong perbaikan signifikan, setidaknya dalam hal keselamatan kerja.
Namun, di tengah pemandangan yang mulai 'septi' itu, ada satu 'penghuni' proyek yang tetap menghilang, bak ditelan bumi meninggalkan jejak misteri.
Papan nama kegiatan pemeliharaan Jembatan Gunung Nago atau papan informasi yang seharusnya terpampang jelas di lokasi, memberikan identitas dan detail pekerjaan yang sedang berlangsung, hingga kini masih 'ghoib'.
Padahal, papan nama proyek bukanlah sekadar formalitas, tetapi simbol fundamental dari transparansi publik, yang mana penanda bahwa ada kegiatan pemerintah yang menggunakan asumsi publik dan wajib untuk diketahui oleh publik.
Tujuannya, untuk memudahkan pengawasan oleh masyarakat, dan menjadi benteng awal pencegah tindak korupsi.
Keberadaannya adalah hak mutlak publik dan dijamin oleh Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik yang secara tegas mewajibkan proyek pemerintah untuk memberikan informasi yang jelas.
Dalam hal ini, pada Sabtu 19 April 25 saat awak media mencoba mengonfirmasi Kepala Dinas PUPR Kota Padang Tri Hariyanto melalui via WhatsApp terkait tidak terpasangnya papan nama ini, namun tidak di gubrisnya atau membisu seribu bahasa.
Dalam hal ini, Kabid Bina Marga Dinas PUPR, Insanul Rizki, menjawab pertanyaan tersebut, bahwa ini “Pemeliharaan Rutin (OP),” sembari mengirimkan tautan berita yang mungkin dimaksudkan untuk menunjukkan profesionalisme Dinas PUPR Kota Padang dalam bekerja.
Penjelasan bahwa ini adalah kegiatan rutin, bukan proyek kontraktual besar, mungkin secara administrasi memiliki dasar. Namun, apakah status 'rutin' lantas menghapus kewajiban transparansi dasar? Apakah kegiatan pemeliharaan jembatan, sekecil apapun, tidak memerlukan informasi minimal bagi publik yang menggunakannya dan mendanainya melalui pajak?
Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik tidak membeda-bedakan jenis kegiatan pembangunan atau pemeliharaan pemerintah dalam hal kewajiban informasi dasar.
Hilangnya papan nama proyek ini meninggalkan gumpalan pertanyaan yang belum menemui tuannya di benak warga dan publik: Siapa sebenarnya penanggung jawab utama dari pemeliharaan 'rutin' ini?
Berapa alokasi anggaran yang dihabiskan untuk kegiatan ini, meskipun 'rutin'? Kapan target selesainya perbaikan vital ini? dan yang terpenting, mengapa informasi dasar ini seolah sengaja ditutup-tutupi atau luput dari perhatian yang menciptakan kesan misteri pada sebuah kegiatan yang seharusnya transparan?
Di satu sisi, kita mengapresiasi perbaikan fisik Jembatan Gunung Nago dan perbaikan dalam hal keselamatan kerja yang dilakukan setelah adanya sorotan. Namun, di sisi lain, misteri 'papan nama ghoib' ini terus menggantung, menodai upaya transparansi yang seharusnya melekat pada setiap kegiatan pemerintah.
Perbaikan fisik jembatan memang penting, tapi kepercayaan publik yang dibangun di atas fondasi transparansi informasi jauh lebih krusial untuk keberlanjutan pembangunan yang akuntabel.
Semoga misteri papan nama ini segera terungkap, menerangi ruang publik dengan informasi yang adalah hak mereka.
Dilain tempat ketua DPW REPRO Sumbar Roni mengatakan ke media ini, kalau betul pekerjaan rutin, apa tidak boleh publik mengetahui berapa nilai pekerjaan, apa tidak melanggar aturan yang ada, seperti dinas PUPR Kota Padang tidak mau di kontrol apapun pekerjaannya..?
Ia juga menyatakan, selama ini kita amati Dinas PUPR Kota Padang, baik kepala Dinas maupun jajarannya, seperti tidak mau di kontrol apapun kegiatannya setiap media dan LSM menanyakan, dan setiap kegiatan tidak pernah di respon atau tanggapannya sama sekali.
Roni juga menegaskan, agar Pemerintah Kota Padang menindak tegas kepala Dinas yang arogan.
"Kami dari DPW REPRO Sumbar menegaskan meminta ada tindakan tegas dari pemko Padang terhadap kadis yang arogan ini," tandasnya.
Hingga berita ini ditayangkan media masih dalam tahap mengumpulkan data-data dan upaya konfirmasi pihak terkait lainnya..(Tim red)