-->
  • Jelajahi

    Copyright © Fakta Hukum
    Best Viral Premium Blogger Templates

    Selamat IdulFitri 1445 H

    Iklan

    Iklan

    Basril Basyar Geram: Open House Gubernur Sumbar Diduga Diskriminatif Terhadap Jurnalis

    Redaksi Fakta Hukum Nasional
    Rabu, 09 April 2025, April 09, 2025 WIB Last Updated 2025-04-09T04:17:31Z
    masukkan script iklan disini
    banner 719x885


    Padang, Fakta Hukum Nasional _ 9 APRIL 2025 - Idul Fitri 1446 H, yang seharusnya menjadi lembaran baru penuh ampunan dan kehangatan silaturahmi, diwarnai sebuah kisah yang menyayat hati di Kota Padang. Di hari yang fitri, ketika pintu-pintu rumah lazimnya terbuka lebar menyambut kedatangan sanak saudara dan handai taulan, gerbang Rumah Dinas Gubernur Sumatera Barat justru menjadi saksi kekecewaan mendalam.


    Selasa pagi, 1 April 2025, mentari Lebaran yang bersinar cerah seolah meredup di balik tembok kekecewaan para jurnalis dan warga Kota Padang. Niat tulus mereka untuk bertatap muka, bersalaman, dan menjalin keakraban dengan pemimpin mereka, Gubernur H. Mahyeldi Ansharullah, kandas di hadapan barikade petugas Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP). Kisah pilu ini diungkapkan dengan nada getir oleh Fal Sanar, seorang jurnalis yang sehari-hari bertugas di ibu kota provinsi ini.


    Harapan untuk mengabadikan momen kebersamaan dan membangun kedekatan antara pemimpin dan rakyat, sirna begitu saja di depan penghalang yang tak terduga. Alasan "pembatasan tamu atas instruksi atasan" bagai petir di siang bolong, terasa begitu sumbang di telinga mereka yang datang dengan hati bersih dan niat baik. Ironi semakin mencubit kalbu ketika sebagian rekan sejawat jurnalis lainnya, diduga karena memiliki akses khusus, tampak leluasa melenggang masuk, meninggalkan tanya besar tentang keadilan di hari yang suci ini.


    "Sungguh menyakitkan," ujar Fal Sanar dengan nada lirih, diamini oleh Dodi Indra, rekan jurnalis lainnya yang turut menyaksikan langsung kejadian tersebut. Dodi bahkan melihat seorang ibu yang menggendong bayi mungil berusia dua minggu, dengan polosnya datang untuk bersilaturahmi, harus menerima penolakan dengan alasan yang sama: pembatasan. Pemandangan ini tentu saja menambah pilu suasana Lebaran yang seharusnya penuh suka cita.


    Dengan suara bergetar menahan tangis dan harga diri, ibu itu berseru lirih, "Saya datang ke istana karena tiap tahun biasanya ada open house "rumah terbuka" untuk masyarakat umum. Saya bukan pengemis dan bukan minta-minta, Pak. Saya hanya ingin bertemu dengan Pak Gubernur." Kata-katanya menggantung di udara, saksi atas pintu yang tetap tertutup rapat baginya, ungkap Dodi. 


    Di tengah riak kekecewaan yang mulai menyebar di kalangan awak media dan masyarakat, suara lantang namun penuh keprihatinan datang dari tokoh pers senior Sumatera Barat, Dr. Ir. H. Basril Basyar, MM. Sosok yang dikenal dengan dedikasinya terhadap dunia jurnalistik dan merupakan penerima penghargaan Pers Card Number One serta Ketua Dewan Pembina Kolaborasi Jurnalis Indonesia (KJI) ini, tak mampu menyembunyikan kegeramannya atas insiden yang mencoreng citra keterbukaan.


    "Sungguh keterlaluan!" tegas Basril Basyar dengan nada suara bergetar menahan kekecewaan. "Memberikan instruksi kepada bawahan untuk melakukan pelarangan terhadap jurnalis maupun masyarakat yang hendak berkunjung dan bersilaturahmi dengan Gubernur di hari Fitri ini adalah tindakan yang sangat melukai."


    Bagi Basril Basyar, insiden ini bukan sekadar persoalan diperbolehkan atau tidak diperbolehkan masuk ke rumah dinas. Lebih dari itu, kejadian ini adalah cerminan yang menyedihkan tentang bagaimana posisi pers dan masyarakat dipandang oleh seorang pemimpin. "Tindakan ini secara tidak langsung menunjukkan bahwa Gubernur Sumbar tidak menganggap jurnalis sebagai mitra strategis yang memiliki peran penting dalam menyampaikan informasi kepada publik," ungkapnya dengan nada prihatin yang mendalam.


    Ia sangat menyayangkan momentum Idul Fitri yang seharusnya dimanfaatkan sebaik-baiknya untuk mempererat hubungan yang harmonis antara pemerintah dan pers, justru ternodai oleh kebijakan yang menciptakan sekat dan jarak. "Di hari yang fitri ini, alih-alih mempererat tali silaturahmi yang sudah terjalin, justru tercipta jurang pemisah yang seharusnya tidak perlu ada," imbuhnya dengan nada kecewa.


    Lebih jauh, Basril Basyar mengingatkan kembali betapa fundamentalnya peran media dan jurnalis dalam sebuah negara hukum dan demokratis. Mereka adalah pilar penting yang berfungsi sebagai penyambung lidah masyarakat dan pengawas jalannya pemerintahan. Mereka bukanlah tamu tak diundang yang kehadirannya bisa dibatasi sesuka hati, terlebih dalam acara yang bersifat publik seperti open house seorang kepala daerah.


    Kontras yang begitu mencolok terlihat pada open house yang diselenggarakan oleh Ketua DPRD Sumbar, H. Muhidi. Di sana, pintu rumah terbuka lebar-lebar, menyambut setiap tamu yang datang dengan senyum hangat dan keramahan yang tulus. Kehangatan dan keterbukaan yang terasa nyata di sana semakin mempertajam luka kekecewaan yang dirasakan oleh para jurnalis dan warga di Rumah Dinas Gubernur.


    Pernyataan yang berbeda disampaikan oleh Kepala Biro Administrasi Pimpinan Pemprov Sumbar, Mursalim, yang membantah adanya pembatasan tamu. Namun, bagi Basril Basyar dan mereka yang merasakan langsung penghadangan di gerbang rumah dinas, sanggahan tersebut terasa sulit diterima dan justru semakin mengaburkan esensi permasalahan yang sebenarnya: hilangnya esensi keterbukaan dan kemitraan yang seharusnya dijunjung tinggi.


    Karena itu, Basril Basyar tak hanya berhenti pada kecaman yang terasa pedih. Ia menaruh harapan besar agar insiden yang melukai hati ini tidak dianggap sebagai angin lalu dan segera mendapatkan perhatian yang serius. "Saya sangat berharap agar pihak-pihak yang bertanggung jawab atas penghalangan jurnalis dan masyarakat di acara open house Gubernur dapat ditindaklanjuti secara maksimal," ujarnya dengan nada penuh harap.


    Lebih dari sekadar mencari siapa yang bersalah, kejadian ini adalah seruan mendalam agar kehormatan profesi jurnalis dijaga dengan baik dan fungsi media sebagai mitra strategis pemerintah benar-benar dihayati dan diamalkan dalam tindakan nyata, bukan hanya sekadar retorika belaka. "Peristiwa penghalangan seperti ini tidak boleh terulang kembali, baik terhadap jurnalis maupun oleh siapa pun, karena ini adalah hak masyarakat untuk bersilaturahmi dengan pemimpinnya," pungkas Basril Basyar, menyampaikan sebuah harapan tulus agar pintu silaturahmi, terutama di hari suci Lebaran, tidak lagi tertutup oleh kebijakan yang melukai hati dan rasa keadilan..(Tim red)

    Komentar

    Tampilkan

    Terkini