WATAMPONE – Sidang kasus narkotika dengan perkara Nomor 126/Pid.Sus/2024/PN. Wtp, memasuki babak penting hari ini dengan penyampaian nota pembelaan dari terdakwa IKVING LEWA.
Dalam pledoi yang penuh emosional dan mendalam ini, LEWA mengangkat berbagai isu kritis yang mencerminkan ketidakpuasan terhadap jalannya proses hukum.
Dari awal persidangan, LEWA telah mengungkapkan keprihatinan terhadap dampak negatif dari publikasi media dan opini masyarakat yang dianggapnya telah membentuk prasangka terhadap dirinya.
Dalam pledoi-nya, ia menyoroti kekhawatiran bahwa opini publik dapat memengaruhi keputusan hakim, dan ia menuntut agar proses hukum dilakukan secara bersih dan objektif.
LEWA juga mengungkapkan dugaan bahwa penangkapannya adalah hasil dari jebakan yang direncanakan.
Ia bercerita tentang bagaimana ia dijemput secara tiba-tiba oleh pihak BNNP Sulsel tanpa adanya surat perintah yang sah, yang menurutnya adalah indikasi awal dari ketidakberesan dalam proses hukum yang dihadapinya.
Lebih lanjut, LEWA mengkritik proses penggeledahan yang dilakukan di Ruko Jalan Jendral Sudirman, yang menurutnya tidak menunjukkan adanya barang bukti yang relevan dengan kasusnya.
Dia juga mempertanyakan validitas berita acara pemeriksaan saksi yang menunjukkan adanya perbedaan signifikan dalam keterangan para saksi, yang menurutnya adalah indikasi adanya tekanan dan rekayasa.
Satu aspek yang menjadi sorotan adalah keberatan LEWA terhadap perbedaan waktu antara penangkapan saksi dan pemeriksaan berita acara, yang menurutnya menunjukkan adanya manipulasi.
Ia juga menyoroti bahwa beberapa saksi, setelah memberikan keterangan awal, kemudian mencabut keterangannya di persidangan karena tekanan atau iming-iming vonis ringan.
LEWA menganggap tuntutan 18 tahun penjara sangat tidak proporsional dengan barang bukti yang ada, yaitu shabu seberat 7,6 gram.
Ia mengklaim bahwa tuntutan tersebut berdasarkan pada tuduhan yang tidak didukung oleh bukti yang kuat, dan jika dibiarkan, akan mencerminkan ketidakadilan dalam sistem peradilan.
Dengan harapan besar, LEWA menyerahkan keputusan akhir kepada majelis hakim, memohon agar putusan yang akan diberikan tidak terpengaruh oleh faktor eksternal dan benar-benar berdasarkan pada fakta yang terungkap di persidangan.
Ia berharap agar pengadilan dapat memberikan keputusan yang seadil-adilnya dan memulihkan harkat serta martabatnya.
Dalam konteks yang lebih luas, pledoi LEWA ini menimbulkan pertanyaan tentang integritas dan transparansi dalam proses hukum, serta menyoroti pentingnya memastikan bahwa setiap keputusan hukum benar-benar mencerminkan keadilan dan kebenaran. (red)