Purwakarta,_Fhn.Com, - Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) berupaya meningkatkan kualitas pengelolaan PNBP dengan menyiapkan aturan turunan dari Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2023 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang telah ditetapkan Presiden sejak April 2023.
Kepala Biro Keuangan Kementerian PUPR Budhi Setyawan yang mewakili Sekretaris Jenderal Kementerian PUPR dalam acara Media Briefing yang diselenggarakan oleh Ditjen Anggaran Kementerian Keuangan terkait PP Nomor 21 Tahun 2023 mengatakan, perubahan PP 38 Tahun 2012 menjadi PP 21 Tahun 2023 dilakukan dalam rangka mengoptimalkan PNBP di lingkungan Kementerian PUPR dan untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat.
"PP yang baru mengatur jenis dan tarif PNBP yang lebih sederhana yaitu semula 2.043 tarif menjadi 265 tarif PNBP. Penyederhanaan dilakukan dengan pengelompokkan jenis tarif berdasarkan bidang pekerjaan, bukan lagi per masing-masing balai pengujian, khusus untuk PNBP pelayanan pengkajian, pengujian, sertifikasi, dan advis teknis," kata Budhi, Rabu (12/7/2023).
Dikatakan Budhi, hal tersebut bertujuan untuk mewujudkan pelayanan pemerintah yang bersih, profesional, transparan, dan akuntabel, untuk mendukung tata kelola pemerintahan yang baik serta peningkatan pelayanan kepada masyarakat.
Ditambahkan Budhi, dalam PP 21 Tahun 2023 juga diatur PNPB terkait administrasi perizinan berusaha kantor perwakilan badan usaha jasa konstruksi asing,
penggunaan sarana dan prasarana sesuai dengan tugas dan fungsi,pelayanan akademik Politeknik Pekerjaan Umum, royalti atas lisensi hak kekayaan intelektual dari hasil pengkajian, denda administratif atas pelanggaran administratif jasa konstruksi, penggunaan peralatan konstruksi
biaya Jasa Pengelolaan Sumber Daya Air, dan
sewa rumah negara tapak serta
sewa satuan rumah susun.
Dalam PP yang baru tersebut, Budhi mengatakan juga mengatur pemberian keringanan dan insentif kepada UMKM, mahasiswa, pengguna layanan yang mengalami keadaan di luar kemampuan dan/atau kondisi kahar. Keringanan berupa tarif dengan pertimbangan tertentu antara lain dalam rangka mendukung pengembangan UMKM, masyarakat tidak mampu, mahasiswa, kebijakan pemerintah (misal: terkait pemanfaatan energi baru terbarukan), derajat kontribusi pemanfaat pada pengelolaan sumber daya air, faktor keringanan sewa rumah negara dan faktor penyesuai sewa satuan rumah susun, keadaan di luar kemampuan wajib bayar atau kondisi kahar, dan penyelenggaraan kegiatan sosial dan kenegaraan.
Direktur Penerimaan Negara Bukan Pajak Kementerian Keuangan Wawan Sunarjo mengatakan, salah satu poin penting lainnya adalah terkait pengelolaan PNBP di Kementerian PUPR mengenai Biaya Jasa Pengelolaan Sumber Daya Air (BJPSDA) yang dilakukan oleh Perum Jasa Tirta I dan Perum Jasa Tirta II melalui meekanisme Mitra Instansi Pengelola (MIP) PNBP. Dimana dengan skema tersebut pendapatan dari BJPSDA merupakan pendapatan MIP dan Menteri PUPR menetapkan besaran tarif yang harus disetorkan ke kas negara setelah mendapat persetujuan Menteri Keuangan.
" Dalam pengelolaan BJPSDA oleh Perum Jasa Tirta I dan Perum Jasa Tirta II diperlukan penguatan kerja sama pengelolaan PNBP antara Kementerian PUPR dan Perum Jasa Tirta I dan Perum Jasa Tirta II," kata Wawan.
Direktur Pengembangan Usaha Jasa Tirta II Dikdik Permadi Yoffana menyambut baik hadirnya PP terbaru terkait PNBP tersebut. Menurutnya dengan adanya aturan tersebut, dapat menjadi dasar yang lebih kuat dalam pengelolaan pemanfaatan sumber daya air. "Contohnya di Bendungan Jatiluhur, selain untuk air baku, kami mengelola potensi PLTA sebesar 187 MW dan juga ada kegiatan wisata yaitu hotel, camping ground, restoran/istora, waterpark, dengan perkiraan jumlah pengunjung sekitar 160 ribu orang/tahun," ujarnya.
(YM/RM)